DISKUSI ALIHWAHANA DI FORUM DISKUSI SATUJUAN, MENAWARKAN PERTANYAAN WAJAH KESENIAN BOGOR
CIAPUS, BOGOR. Laboratorium Aktor Bogor(LAB) bekerjasama dengan Sanggar Seni Obor Sakt mengadakan acara Forum Diskusi Satujuan, Selasa 7/8. Acara diskusi bulanan yang diinisiasi oleh LAB kali ini mengusung tema Membincang Teori dan Studi Kasus Alihwahana untuk Seni Pertunjukan. Sebagai pemantik diskusi kali ini yaitu Dadan Suwarna, M. Hum., dan Langgeng Prima Anggradinata, M. Hum. Yang bukan lain adalah Dosen sastra di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Pakuan Bogor.
Acara yang dihadiri oleh berbagai komunitas seni di Bogor seperti komunitas teater, film, sastra, dan musik ini bertempat di Sanggar Seni Obor Sakti, Ciapus, Bogor. Diawali dengan penampilan grup musik Waditra Simphony, acara dilanjutkan dengan Diskusi pembuka yang dipantik oleh Dadan Suwarna, M. Hum. Dalam pembicaraan pertama, pemantIk membahas soal teori alihwana dan sekelumit contoh proses dan progres yang dijanjikan dari metode alihwahana dalam menerjemahkan teks ke bentuk teks lainnya, atau pertunjukan. “Permasalahan dalam alihwahana sepertinya adalah momok akan kaidah dan kehati-hatian, padahal yang terpenting dalam pengalihwahanaan adalah eksplorasi dan penghargaan terhadap karya yang menjadi gagasan awal sebuah pengalihwahanaan bermula.”
Pemantik pun menyatakan bahwa secara sederhana alihwahana pada dasarnya pengolahan ulang sebuah gagasan yang termanifestasi dalam sebuah bentuk teks, lalu diterjemahkan dan diskeplorasi menjadi sebuah bentuk baru, bisa teks atau pertenjukan. Dadan pun mencontohkan bentuk pengalihwahaan yang dilakukan oleh beberapa kelompok kesenian, semisal Katapel musik yang mengolah puisi menjadi bentuk lagu atau musikalisasi puisi. Penerjemahan yang dilakukan bergantung pada visi dan tujuan yang dijadikan landasan pengalihwahanaan yang dilakukan oleh pengalihwahana. “Dalam kasus film Dilan, terjadi pengurangan adegan dan penambahan yang sekiranya bisa saja mengecewakan penikmatnya yang sudah membaca Novel Dilan karya Pidi Baiq itu. Tapi, di sana, visi produser dan sutradara film yang memvisualkan novel tersebut berbeda dengan Pidi Baiq selaku penulis. Sebagai penulis, Pidi Baiq menyihir lewat kata-kata, sedang pada film sutradara mengedepankan sisi visual dan industrial agar menarik penonton. Misalkan, pemilihan pemeran tokoh Iqbal CJR sebagai pemeran Dilan.”
Anggapa itu diperkuat oleh pemantik kedua yaitu Langgeng Prima Anggradinata, M. Hum., yang menyatakan bahwa tidak ada kesalahan dalam pengolahan alihwahana itu, meski kadang menimbulkan kontroversi. Langgeng mencontohkan dalam kasus film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang berasal dari novel HAMKA dengan judul yang sama. “Ketika menonton film Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, saya tidak melihat penekanan yang penuh terhadap kritik budaya patriarki yang diusung HAMKA di novelnya. Dan itu bisa saja terjadi, karena mungkin perbedaan visi kedua buah hasil seni tersebut.”. Langgeng pun menambahkan soal bisa saja dengan teks yang sama dan pengalihwahana yang berbeda, terdapat interpretasi dan pemahaman yang berbeda, sudut pandang itu yang menyebabkan perbedaan visi dan tujuan pembuatan alihwahan yang dilakukan.
Dalam hangat, menarik, dan sengitnya diskusi, beberapa kali acara itu diselingi oleh beberapa penampilan, yaitu dari Perempuan Puisi, Kelompok Leuwiliang, dan Katapel. Para peserta ditarik-ulur ketegangannya oleh rangkaian acara yang sedemikian rupa bisa dinikmati seluruhnya itu.
Setelah diskusi selesai, Atang Supriatna selaku pimpinan Sanggar Seni Obor Sakti mengaku bahagia fengan terselenggaranya acara ini. Atang yang sebelumnya membuka acara ini dengan pengantar yang luar biasa, mengatakan bahwa acara ini membuat geliat kesenian di Bogor semakin berwarna. “Bogor yang belum memiliki wajah kesenian masih merindukan kedatangannya. Nu baheula geus euweuh, nu anyar can datang. Semoga perbincangan alihwahana malam ini bisa menjadi tonggak untyk kemunculan wajah baru seni di Bogor. Apalagi hadirin yang datang kebanyakan adalah pegiat seni berusia muda. Sukses terus!” imbuh Atang kepada hadirin.
Ocky Sandi, salah seorang Dewan Presidium LAB, yang menutup acara kali ini juga mengatakan hal yang senada. “Forum Diskusi Satujuan harus menjadi sesuatu yang mengangkat Bogor. Barangkali dari diskusi ini dapat meningkatkan kita dalam pemahaman kesenian dan masalah-masalah yang ada di dalam kesenian, khususnya di Bogor. Dan, kami akan mengadakan acara Forum Diskusi Satujuan ini bulan depan dengan insyaAllah menusung tema seputar Aktor dan Kesehatan Lahir-Batin Keaktoran.”
Peserta meninggalkan lokasi acara hampir pukul 10:00 malam. Berbagai tanggapan dari peserta yang hadir. Namun, yang terlihat jelas adalah raut wajah para peserta yang seakan-akan masih mempertanyakan siapa yang ditunggu Bogor unuk datang menunjukkan wajah keseniannya? Mungkin kita atau mereka, atau bisa saja anda. *** (dff)