BOGOR, JABARONLINE.COM – Jokowi dan Prabowo? ya, dua kali jadi rival berkompetisi untuk memimpin negara Indonesia. Panas! Bahkan menguras perasaan Pemilihan Presiden (Pilpres) tempo lalu. Saling serang, terjang bahkan sampai ada yang bermain parang.
Dua tokoh beda karakter menjadi sesembah bagi pengikut setianya. Yang beda murtad, yang tak sama durhaka. Kebenaran terkuncin oleh kebenaran kelompok. Tak Mudah jadi Jokowi. Pria berpembawaan sederhana itu mampu mengajak kompetitornya.
“Memberi ruang pesaing yang dulu pernah membuat pening. Tak banyak yang seperti itu di sekitar kita. Biasanya dan wajar pesaing Kita bisa ditendang atau dikucilkan sebari tak diberi ruang. Mati dilumbung padi. Begitu sekiranya yang saya cermati,” kata Akademisi dan Penulis Novel Sarjana Di Tepian Baskom, Wildan F. Mubarock.
Menurutnya, Jokowi memberi contoh luar biasa nan berkelas. Pemaaf dan siap bekerja tanpa melihat siapa dia. Sebaliknya, tak mudah pun jadi Prabowo. Keduanya kali kalah bersaing. Prabowo cermin pejuang. “Kalah bangkit lagi dan kemudian mampu menerima kenyataan. Lantas kini, menjadi pembatu seseorang yang begitu alot menjadi rival sejatinya. Menjadi bawahan bagi pria yang dikenalkannya sebagai calon gubernur,” ucap Wildan.
Kini, Pria berpembawaan tegas itu siap dititah. Nerima nasibnya. Barangkali penerimaan ini bukti bahwa diatas kepentingan ada negara yang harus dipertahankan. Prabowo begitu cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa tapi dengan barangkali atas itulah dimasa tuanya ia ingin memberi pada negara dan tentu ingin hilang sebuah kata yang jadi bumerang.
Kedua tokoh Indonesia itu, sangat lah cocok dijadikan contoh oleh para pemimpin lainnya. Karena keduanya sangatlah legowo dan tidak tebang pilih.
Dalam sebuah langkah yang tidak akan terpikirkan bahkan di dunia politik Canberra yang penuh gejolak, Prabowo Subianto, lelaki yang Jokowi kalahkan dalam pertempuran sengit selama dua kali dikonfirmasi bahwa ia akan bergabung dengan kabinet baru mentri pertahanan.
Sebagian publik memang kaget dengan masuknya Prabowo dalam kabinet Presiden Jokowi. Reaksi yang wajar. Maklum, masih hangat dalam ingatan kita, betapa keras kedua pemimpin itu bertarung dalam dua kali pemilu presiden, yaitu tahun 2014 dan 2019. Televisi menyiarkan secara langsung debat antarcapres yang sengit, adu data, dan saling serang gagasan.
Setelah kaget, bagaimana respons warganet selanjutnya atas koalisi Jokowi-Prabowo? Sebagian warganet cenderung mengkritik langkah tersebut. Bagi mereka, pemilu presiden adalah proses demokrasi untuk menentukan pemimpin nasional selama lima tahun berikutnya. Siapa pun pemenang pilpres berkesempatan menyusun kabinet dan menjalankan pemerintahan tanpa mesti melibatkan capres yang kalah. Sebaliknya, pihak yang kalah didorong memfungsikan diri sebagai oposisi yang mengontrol pemerintah.