Teater Diksatrasia FKIP Universitas Pakuan sukses menampilkan sebuah pementasan tunggal bertajuk “Dukun-dukunan” pada Sabtu (5/10) di Gedung Kesenian Kamuning Gading Balaikota Bogor. Pementasan ini dibagi ke dalam tiga sesi. Sesi pertama dilaksanakan pukul 10:00 WIB, sesi kedua pukul 13:30 WIB, dan sesi ketiga pukul 19:30 WIB.
“Dukun-dukunan” merupakan naskah karya Moliere yang kemudian diadaptasi agar lebih dekat dengan kehidupan masyarakat di Bogor. Pementasan kali ini disutradarai oleh pegiat teater, M. Fajar Muttakin.
Antusias penonton saat menyaksikan pementasan ini sangatlah besar, terlihat dari membludaknya jumlah penonton sehingga banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan kursi. Walaupun begitu, para penonton yang tidak mendapat kursi tetap bisa menonton lesehan dekat dengan panggung. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tiket yang dicetak untuk pementasan tersebut. “Jumlahnya ada 1000 tiket untuk seluruh sesi,” ucap salah satu panitia pementasan saat ditanya mengenai jumlah tiket yang dicetak.
Terlepas dari problematika tidak kebagiannya tempat duduk, pementasan ini sukses menghibur seluruh penonton yang menyaksikannya. Para penonton tertawa melihat aksi para pemain di atas panggung.
Cerita ini diawali oleh adegan pertengkaran suami istri. Sang istri mengeluhkan perekonomian keluarga mereka yang sulit, sedangkan suaminya, Asdi, tidak memiliki pekerjaan. Yang dilakukan suaminya hanya memancing saja, bukannya mencari nafkah.
Saat Asdi pergi memancing, sang istri dikejutkan oleh kehadiran tiga orang yang tak dikenalnya yang mengaku sebagai kaki tangan seorang juragan. Mereka nampak ribut sedang mencari Abah Jambrong, dukun sakti yang akan menyembuhkan putri dari juragan mereka.
Melihat adanya kesempatan, sang istri mengatakan bahwa suaminya adalah Abah Jambrong yang mereka cari. Saat suaminya pulang dari kegiatan memancing, tiga orang tersebut memaksa Asdi untuk segera pergi ke rumah juragannya. Asdi yang tidak tahu apa-apa menolak secara keras dan mengatakan bahwa dirinya bukanlah Abah Jambrong.
Ketiga orang tersebut terus mendesak Asdi. Asdi akhirnya terpaksa berpura-pura menjadi dukun sakti yang bernama Abah Jambrong tersebut. Di sana Asdi diminta untuk menyembuhkan putri juragan yang tidak bisa berbicara.
Asdi dan putri juragan ditinggalkan berdua saja. Putri juragan tersebut tidak mau berbicara kepada Asdi. Karena putus asa, tidak tahu apa yang harus diperbuat, Asdi akhirnya mengaku bahwa dirinya hanyalah dukun-dukunan, bukan dukun sakti seperti yang dikatakan oleh tiga orang kaki tangan juragan. Hal yang mengejutkan, ternyata putri juragan pun berbicara kepada Asdi bahwa dirinya berpura-pura tidak bisa berbicara agar tidak dijodohkan oleh kedua orang tuanya karena ia masih ingin bersekolah.
Dari situ mereka akhirnya bekerja sama. Asdi berpura-pura dapat menyembuhkan putri juragan dengan mengatakan bahwa putri juragan sebenarnya memiliki tekanan mental karena ingin dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Hal itu berhasil, akhirnya sang juragan dan istrinya membatalkan perjodohan putri juragan.
Setiap adegan yang ada dalam pementasan tersebut diwarnai oleh komedi yang membuat penonton tertawa selama pementasan. Tetapi walaupun begitu, pementasan ini sarat akan nilai moral kehidupan.
– Nur Annisa K.
– A. Nugroho
– Ayuni A.
– Dian Lutfiah I.